Problem Layanan Support lewat Remote

Pada tulisan kali ini saya ingin menjabarkan berbagai problem layanan support lewat remote. Jika ada orang lain yang menghadapi kasus yang sama, bisa berbagi apa saja cara-cara yang bisa ditempuh untuk mengatasinya. Selain itu saya ingin mengajak Anda untuk berpikir bagaimana mengatasinya. Di sinilah kapasitas kita diuji secara langsung dan nyata. Berikut adalah beberapa Problem Layanan Support lewat Remote.

1. Biaya SDM meningkat

Untuk menyediakan layanan support 16 x 7 (2 shift selama seminggu) dibutuhkan setidaknya 7 orang yang bergantian shift, sudah termasuk 1 shift cadangan. Dengan meningkatnya UMK di Bandung, mau tidak mau perusahaan kami harus menyesuaikan. Pada umumnya penghasilan technical support di atas UMK. Jadi, biaya yang diperlukan untuk menyediakan SDM tersebut sangat besar (untuk ukuran kami). Biaya untuk gaji pegawai ini baru masuk akal jika:

  1. Pendapatan per-client juga besar (minimal Rp 1jt/client).
  2. Jumlah client cukup banyak (misalnya 200).

Sehingga jika (1) x (2) = pendapatan total meningkat. Namun, karena jumlah client cenderung menurun (di bawah 200) dan pendapatan per client juga cenderung menurun, mau tidak mau kami harus melakukan DOWNSIZING (pengurangan karyawan) supaya masuk akal.

Pertanyaannya:

Karena biaya SDM cenderung meningkat (UMK selalu naik tiap tahun), sementara pendapatan per client cenderung menurun, apa jalan keluarnya yang tepat?

2. Biaya Perangkat dan Lisensi meningkat

Setiap technical support dapat melakukan remote ke client melalui komputer masing-masing. Software yang digunakan biasanya TeamViewer karena client tidak perlu repot melakukan setting NAT. Harga lisensi TeamViewer Business adalah Rp 11.234.000. Untuk tambahan lisensi berikutnya, dikenakan biaya Rp 7.587.000. Siapa tahu sudah berubah, Anda bisa cek di sini: http://www.teamviewer.com/id/licensing/index.aspx

Pertanyaannya:

Dengan budget yang makin terbatas, sementara kebutuhan lisensi membengkak, apa saja jalan keluar yang jitu untuk mengatasinya?

3. Biaya Bandwidth Meningkat

Untuk melakukan remote, perlu bandwidth internet yang cukup supaya proses remote berjalan lancar. Minimal perlu bandwidth 1Mbps. Makin banyak kebutuhan remote, makin besar pula bandwidth yang harus disediakan. Kalau bandwidth tidak cukup, remote menjadi pekerjaan yang menyiksa. Screen layar komputer client tidak responsif, sering disconnect dan lain-lain. Di luar problem itu, ternyata di sisi client juga bandwidthnya terbatas. Walaupun kami sudah menyediakan bandwidth yang besar, koneksi ISP lebih dari satu, tetap saja tidak lancar karena client menggunakan ISP yang koneksinya kurang memadai.

Pertanyaannya:

Apa saja solusi yang jitu untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan bandwidth dengan keterbatasan budget?

4. Tidak Mendidik

Kebanyakan client yang kami bantu lewat remote sedang menghadapi masalah yang sifatnya MENDESAK. Misalnya:

  1. Database dihapus (Ya, betul Anda tidak salah baca. Sengaja dihapus sama mereka).
  2. Database rusak karena listrik, power supply, hardisk, dan hardware lainnya.
  3. Terinfeksi virus/malware/trojan sehingga kerja komputer terganggu.
  4. Problem eksternal yang tidak bisa mereka selesaikan sendiri.

Setelah diatasi lewat remote, ternyata mereka cenderung:

  1. Tidak berpikir bagaimana caranya supaya kejadian tersebut tidak terulang lagi.
  2. Tidak berniat bagaimana caranya supaya saya bisa mengatasi sendiri.
  3. Tidak mau mempelajari lebih lanjut atau mengikuti training.
  4. Tidak bersedia mempekerjakan karyawan yang menguasai permasalahan teknis.
  5. Tidak rela dikenakan biaya tambahan.

Simpelnya, mereka tidak ada kemajuan. Berkutat di situ-situ lagi, masalahnya itu-itu lagi. Ini merugikan kita (kami dan mereka).

Pertanyaannya:

Bagaimana caranya supaya client tidak lagi tergantung pada bantuan eksternal, khususnya dari kami. Bagaimana caranya supaya client mampu mengatasi permasalahan teknisnya sendiri?

 5. Menguras Energi

Problem-problem yang baru adalah tantangan dan bisa membuat kerja jadi lebih bergairah. Namun problem-problem lama, yang berulang (repetitif), yang sama, yang itu-itu lagi justru menciptakan kebosanan, menguras energi, dan membuat otak kita tumpul. Tidak bisa berpikir kreatif, tidak bisa maksimal. Energi kita habis untuk mengatasi kebosanan. Sama sekali tidak menciptakan nilai tambah. Sementara membuat software, membuat fitur baru, membuat produk baru, menciptakan terobosan, itu membutuhkan proses berpikir kreatif. Jika energi kita habis untuk mengerjakan hal-hal yang seperti itu, kapan kita bisa bikin produk baru? Kalau produk baru tidak bisa diciptakan, bagaimana kita bisa memulai bisnis baru?

Pertanyaannya

Bagaimana caranya supaya kita bisa keluar dari jebakan tersebut dan segera bisa memulai lagi proses inovasi supaya produk baru dapat diciptakan?

Constraints

Untuk mengatasi problem-problem tersebut, perlu diketahu beberapa constraint yang berlaku yaitu:

  1. Budget sangat terbatas. Kami bukan perusahaan multinasional, atau anak juragan tembako yang duitnya ngga ada nomor seri.
  2. Sunset Business. Saat ini pendapatan usaha cenderung turun (declined) dan ukuran pasar juga mengecil. Sehingga potensi terjadinya pertumbuhan sudah minus.
  3. SDM terbatas baik dari segi jumlah dan dari segi kapasitas.

Anda orang kreatif?

Di sinilah kita perlu berpikir, dengan proses yang benar dan kreatif untuk menghasilkan ide yang penuh terobosan dan berdampak besar. Hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki kualifikasi seperti itu, apakah Anda salah satunya? 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.