Monthly Archives: May 2015

Bangsa yang tidak terbiasa TERTIB

Ada satu customer saya yang tidak terbiasa tertib, dia mengalami kerusakan data pada databasenya akibat shutdown yang tidak benar atau mati listrik. Kejadian ini berulang-ulang hampir tiap 2 minggu sekali. Padahal tinggal pasang UPS dan jalankan prosedur maintenance yang benar.

Ada satu customer saya yang lain, dia sering mengalami fraud internal yang dilakukan anak buahnya. Modusnya pun sama. Dan kejadian ini berulang, tidak hanya satu kali. Padahal tinggal buat prosedur untuk proses penerimaan uang, penambahan saldo dan laporan. Kalau orangnya ngga mau jalankan, ya ganti orang.

Satu customer saya yang lain sering melakukan salah transfer (salah jumlah, salah berita) sehingga invoicenya tidak terproses secara otomatis. Transfernya pun dilakukan di hari libur atau tengah malam, di mana pada waktu tersebut, kita belum bisa mengecek dana yang masuk ke rekening. Padahal tinggal buat jadwal kapan harus transfer pembayaran.

Ketika saya sedang mengendarai sepeda motor saya berpikir, mengapa pengendara sepeda motor (termasuk saya) suka ugal-ugalan. Perilaku ugal-ugalan ini bukan hanya ditunjukkan oleh laki-laki, tapi juga ibu-ibu. Padahal rambu-rambu lalu-lintas banyak, polisi juga ada, tapi hampir semua marka jalan dan rambu lalu-lintas itu dilanggar. Jangankan dalam pandangan pengendara mobil, sesama pengendara motor saja sebal melihatnya 😀

Dalam kesempatan lain, ketika saya sedang mengantri tiket commuter line, tiba-tiba seseorang menyerobot langsung ke depan loket tanpa mengantri. Dan herannya sama kasirnya pun dilayani. Kalau begitu buat apa saya mengantri, kalau bisa menyerobot? Mengapa orang-orang ini tidak mau mengantri? Bukankah nanti naik keretanya bareng?

Dalam kasus lainnya, saya mulai mentertibkan proses bisnis di kantor dengan membuat S.O.P (Standard Operation Procedure). Tujuannya jelas, memastikan proses berjalan dengan benar dan tepat sasaran. Bermodal pengetahuan dari trainer, saya bikin S.O.P yang simpel, dan urutan langkahnya paling banyak 7 langkah. Supaya semua orang bisa mengikuti. Ada prosedur untuk penerimaan uang, prosedur pengajuan dana, prosedur maintenance, troubleshooting, software development dan lain sebagainya.

Ternyata walaupun sudah dibikin mudah, tidak semua orang mau mengikuti. Hanya sebagian kecil saja dan lucunya, justru karyawan baru yang mau mengikuti. Karyawan lama cenderung menolak.

Nah di sinilah saya sampai pada pemikiran bahwa kebanyakan orang itu tidak terbiasa tertib, tidak mau mengikuti sebuah sistem, tidak terbiasa menghormati aturan. Akibatnya jelas, banyak kekacauan, kebocoran, penggelapan, korupsi, dan masalah-masalah sosial lainnya. Masalah ini berulang, menular, menyebar, dan meluas dampaknya.

Padahal dalam pelajaran sholat wajib 5 waktu saja, ada rukun sholat. Dan yang paling menarik dari setiap rukun itu adalah rukun terakhir yaitu TERTIB. Tertib yang dimaksud adalah sesuai urutan, tidak boleh sujud dulu baru ruku. Dan tertib yang lainnya adalah mengikuti aturan. Harus menghadap kiblat, bukan menghadap kebun misalnya. Kalau tidak tertib, jelas tidak sah sholatnya dan harus diulangi.

Bagaimana dengan aktifitas sehari-hari? Mengapa orang tidak mau tertib? Bukankah aktifitas sehari-hari juga termasuk ibadah atau kesempatan melakukan pekerjaan sebaik-baiknya?

Mari bandingkan dengan bangsa lain yang sudah bisa membuat mesin, mobil, pesawat terbang, roket, pesawat ulang-alik, robot dan penemuan-penemuan lainnya. Lihatlah bagaimana kemampuan mereka untuk tertib, mengikuti sebuah sistem, disiplin menjalankannya telah membuat bangsa mereka naik kelas beberapa derajat lebih tinggi.

Di sinilah saya menemukan bahwa negara kita ini terlalu banyak menghambur-hamburkan dana untuk membuat peraturan, undang-undang, prosedur, sistem, namun lupa membangun dan memperbaiki manusianya. Padahal inti masalahnya itu ada di manusia yang tidak mau mengikuti aturan, tidak terbiasa tertib, tidak mau menjalankan sebuah sistem.

Semoga saya termasuk orang yang tertib. Amiiin….

 

Bersyukur untuk hal-hal yang tidak bisa dipilih

Minggu-minggu ini saya telah sampai pada pemikiran, setiap hal yang tidak bisa saya pilih itu harus disyukuri. Kita lahir ke dunia ini bukan keinginan kita sendiri, apakah ada yang minta dilahirkan?

Kita tidak bisa memilih lahir sebagai laki-laki atau perempuan. Lahirnya dari suku bangsa apa, dari orang tua yang mana, di mana, tanggal berapa, jam berapa.

Kita tidak bisa memilih apakah kita lahir dengan tubuh yang sempurna atau cacat, mata yang sipit atau besar, kulit yang putih atau hitam. Otak yang cerdas atau kurang cerdas.

Bahkan kita tidak bisa memilih jantung kita harus berhenti atau tidak. Darah kita mengalir atau tidak. Ginjal kita berfungsi atau tidak.

Namun, coba lihat betapa beruntungnya keadaan kita sekarang. Kita lahir dengan tubuh yang baik, sempurna, sehat tidak kurang apapun. Kita lahir sebagai bangsa yang merdeka dan damai. Bayangkan bagaimana menderitanya jika lahir sebagai bangsa yang diperbudak/dijajah atau sedang berperang.

Kita lahir dengan jantung yang bekerja terus menerus tanpa diperintah. Ginjal, hati, pankreas, lambung, usus yang bekerja tanpa diperintah. Bayangkan betapa repotnya kalau seluruh organ tersebut hanya bekerja jika diperintah oleh otak?

Kita lahir dari orang tua yang menginginkan dan menanti-nanti kita sejak dalam kandungan. Bayangkan betapa malangnya bayi-bayi yang dibuang oleh bapak-ibu yang tidak menginginkannya.

Di sini kita baru sadar bahwa apa yang tidak bisa kita pilih itu, ternyata diberikan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Tidak ada kata yang pantas diucapkan selain Alhamdulilah.

Lalu bagaimana dengan hal-hal yang bisa kita pilih? Apakah kita bisa memilih teman yang baik? Apakah kita bisa memilih keputusan yang baik? Apakah kita bisa memilih sekolah yang baik? Apakah kita bisa memilih pasangan yang baik?

Belum tentu, bukan?

Apakah keputusan kita itu bisa lebih berkualitas dari pada yang tidak bisa kita pilih?

Saya akui, saya sendiri sering membuat keputusan-keputusan dan pilihan-pilihan yang buruk. Salah pilih teman, salah pilih rekanan, salah rekrut orang, salah pilih barang, banyak sekali kesalahan yang tidak bisa dihitung.

Dan memang begitulah manusia. Sebagus apapun keputusannya, ada saja masalahnya, ada saja celanya, ada saja kekurangannya, ada saja keburukannya.

Oleh sebab itu, mari kita bersyukur atas apa-apa yang tidak bisa kita pilih namun diberikan dengan kondisi sangat baik. Dan kalau begitu, sebaiknya kita kembalikan apa yang sudah kita putuskan kepada Allah semata. Jika keputusan kita baik, mohon dimudahkan. Jika keputusan kita salah, mohon digagalkan dan dimaafkan.