Category Archives: Self-Development

Sudah Lulus Kuliah Tapi Sulit dapat Pekerjaan

Mungkin inilah salah satu problem yang banyak kita temukan di Indonesia. Kalau jaman dulu, banyak orang yang tidak kuliah sehingga sulit dapat pekerjaan. Tapi jaman sekarang, banyak juga yang sudah kuliah/sarjana tapi sulit dapat pekerjaan. Apa penyebabnya?

Disclaimer: Ini pendapat pribadi saya, berdasarkan analisa yang seadanya.

1. Tidak Punya Keahlian yang Dibutuhkan

Salah satu hasil yang membedakan antara orang yang belajar di bangku sekolah dan menjadi sarjana, adalah keahlian (expertise). Namun tidak sekedar keahlian, tapi keahlian yang dibutuhkan orang banyak.

Keahlian ini berasal dari beberapa faktor yaitu bakat/potensi dan proses belajar/penggemblengan. Keahlian tidak mesti dilihat dari nilai-nilai akademis, tapi dapat dilihat dari hasil kerjanya. Jika tidak punya keahlian, ijasah hanya selembar kertas tanpa nilai apa-apa.

Keahlian tidak hanya melulu soal skill/kompetensi, tapi juga tingkat keberhasilan. Percuma punya skill kalau tidak digunakan dan tidak pernah berhasil sama sekali.

2. Tidak Punya Track Record Yang Baik/Tidak bisa dipercaya

Selain keahlian, faktor lainnya adalah track record atau reputasi atau nama baik. Bisa jadi kita ahli dalam ilmu komputer. Tapi ternyata dulu pernah melakukan kejahatan seperti fraud, mencuri, menipu orang, atau merugikan orang. Atau mungkin saja ada tanggung jawab yang tidak dipenuhi sehingga orang lain dirugikan. Atau mungkin pernah merugikan perusahaan sebelumnya. Itu semua dapat merusak track record kita.

Penting sekali menjaga nama baik atau track record supaya kita mendapatkan pekerjaan yang berkah. Walaupun masih mahasiswa atau belum bekerja. Pertama kali biasanya masih kecil-kecilan, tapi karena dipercaya banyak orang akhirnya tumbuh jadi besar.

Jika tidak punya nama baik, lama-lama orang lain tidak akan percaya lagi kepada kita dan akhirnya suatu saat nanti kita kesulitan mendapatkan kesempatan bekerja dengan orang lain.

3. Tidak Punya Pergaulan Yang Berkualitas

Pergaulan seperti tanah tempat pohon bertumbuh. Jika tanahnya bagus, maka pohon tumbuh subur. Jika tanahnya jelek, pohon sulit tumbuh bahkan bisa mati. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang berkualitas, kita akan tumbuh menjadi pribadi yang berkualitas pula. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang tidak berkualitas, pengangguran, pemalas, maka kita juga akan menjadi seperti mereka.

Pilih pergaulan yang berkualitas bukan berarti diskriminasi. Bukan berarti maunya bergaul dengan socialita yang kaya-kaya saja. Kaya raya belum tentu berkualitas. Siapa tahu yang kaya itu suaminya atau bapaknya atau kakeknya. Tapi lihat nilai-nilai apa yang diwujudkan dalam kebiasaannya.

Pergaulan yang berkualitas, orang-orangnya memiliki nilai-nilai yang mendukung kita tumbuh. Orang-orangnya mendukung apa yang kita kerjakan.

Pergaulan yang berkualitas artinya jaringan dan kesempatan yang berkualitas pula. Ikuti organisasi-organisasi atau perkumpulan yang baik misalnya Ikatan Alumni, Himpunan Insinyur, Asosiasi, Komunitas, dan lain sebagainya.

4. Tidak Ada Kesempatan/Tidak Mau Hijrah

Ada kalanya kampung halaman bukan tempat yang baik untuk tumbuh. Kesempatan berkembang ada di kota lain yang jauh, atau di negara lain. Kalau begitu, maka hijrahlah merantau ke tempat lain.

Merantau bukan hanya mencari kesempatan tapi menggembleng diri sendiri supaya tahan banting, lebih tangguh, punya wawasan luas, dan tidak malas. Sayangnya banyak sekali kawan-kawan kita di kampung halaman tidak mau merantau karena terlalu nyaman.

5. Gengsi

Salah satu yang membuat orang susah dapat pekerjaan adalah gengsi. Tidak mau melakukan pekerjaan rendahan. Tidak mau dibayar rendah. Biasanya karena merasa dirinya sudah sarjana, dan mematok gaji yang diharapkan berdasarkan standar yang dibuat orang lain.

Kita dianjurkan memilih pekerjaan yang baik dan bernilai tinggi karena itu dapat membuat kita tumbuh lebih cepat. Namun ada kalanya kesempatan demikian terbatas. Apalagi orang lain belum kenal pribadi kita dan belum tahu kualitas pekerjaan kita sebaik apa.

Atau bisa saja industri yang membutuhkan keahlian kita belum berkembang atau belum ada.

Seringkali saya mengalami sendiri, ketika saya buang rasa gengsi dengan menerima pekerjaan remeh, bayaran kecil, ternyata datang kesempatan yang lebih besar lagi.

Oleh sebab itu sebaiknya jangan gengsi. Biarkan orang lain tahu kualitas diri kita itu tinggi, dengan bersedia mengerjakan apa saja yang dibutuhkan. Bukan hanya ingin yang enaknya saja.

Penutup

Itu semua pendapat saya pribadi, hasil kontemplasi dan pengalaman pribadi. Mohon maaf kalau banyak kekurangan dan kurangnya akurasi. Bisa jadi banyak faktor lain yang saya tidak tahu karena belum mendapatkan petunjuk.

Semoga bermanfaat.

 

 

Sudah Kaya Kok Masih Jualan Sendiri?

Kalau belom punya apa-apa, masih merintis bisnis, kita jualan keliling sendiri udah ngga aneh dong ya. Justru harus namanya. Tapi kalau sudah kaya, serba berkecukupan, usahanya sudah besar, tapi masih turun langsung jualan sendiri, aneh nggak? Ngapain jualan sendiri, apa masih kurang? Ngga ada orang lain lagi yang bisa disuruh?

Ada tetangga saya di Bekasi dekat rumah, mereka keluarga kaya. Sang bapak punya bisnis tambang pasir dan bahan bangunan, istrinya juga anak juragan sembako. Dua-duanya lulusan luar negeri. Anak-anaknya masih kecil. Kamu tahu dong seperti apa kayanya juragan bahan bangunan? Apalagi juragan sembako?

Suatu hari pas acara tujuh belasan, saya lihat kedua anaknya jualan es mambo isi kacang ijo di depan rumahnya. Lucu banget. Duduk berduaan di depan rumah nawarin es mambo ke orang-orang yang lewat. Satu potong es mambo dijual Rp 500,- murah sekali. Apakah bisa balik modal tuh?

Dan sejam kemudian saya lihat mereka ikut mamanya jualan es mambo keliling alun-alun. Mamanya sendiri yang S2 lulusan luar negeri itu yang teriak-teriak “es mambo, es mambo, aa mau es mambo?”  Begitu juga dengan papanya, gantian nemenin anaknya jualan. Itu tidak hanya satu kali dua kali. Tapi sering dilakukan ketika hari libur.

Saya jadi ingat apa yang dikatakan mentor saya beberapa tahun yang lalu. Saya juga jadi ingat beberapa cerita teman saya yang waktu kecilnya diajak jualan sama orang tuanya. Mengapa mereka masih jualan asongan sendiri, padahal kan sudah kaya?

Nah berikut beberapa faktor yang sempat saya gali dari mereka.

1. Melawan Gengsi atau Malu

Disadari atau tidak, makin banyak harta biasanya orang jadi makin gengsi atau malu. Gengsi melakukan pekerjaan kotor atau pekerjaan rendah. Apalagi kalau sudah biasa dilayani bawahan seperti raja kecil. Kita akan malu pegang sapu untuk bersih-bersih, turun langsung, apalagi berjualan langsung. Gengsi dong. Gua kan atasan.

Kalau kadarnya masih wajar, tidak masalah. Tapi kalau sudah bikin kita tidak bisa luwes dan tidak mau kerja keras, itu sudah berbahaya. Maka dari itu perlu melawan rasa gengsi atau malu seperti itu. Gengsi yang terlalu tinggi bisa membuat kita menjadi kurang waspada, tidak luwes dan tidak terlatih bekerja keras.

Kebayang dong ya kalau kita belum apa-apa sudah gengsi bekerja keras?

2. Melatih Insting

Salah satu faktor penting dalam berbisnis adalah insting atau naluri. Dalam banyak hal, naluri yang terlatih dan terbentuk puluhan tahun lamanya sangat membantu dalam mengambil keputusan dengan efektif. Terutama jika informasi yang kita perlukan sangat terbatas dan tidak berkualitas. Sehingga dalam situasi yang mendesak, minim informasi, dan serba terbatas, masih bisa mengambil keputusan yang tepat. Itulah yang biasanya membuat kita terlihat aneh dan tidak masuk akal di mata orang lain.

Naluri tersebut adalah anugerah dari Allah yang Maha Bijaksana. Perlu dilatih dan dipertajam terus menerus agar dapat membantu pikiran dalam mengambil keputusan. Seperti otot, jika terus dilatih maka akan makin besar dan kuat. Namun jika tidak dilatih akan mengendur dan mengecil dan menjadi lemah. Begitu pula dengan insting.

Sayangnya lingkungan dan sekolah seringkali membuat naluri tersebut makin lemah dan tidak terlatih. Oleh sebab itu kita sendiri yang harus melatihnya dengan banyak interaksi dengan orang lain dan mengamati situasi.

3. Mempelajari Perilaku

Produk yang bisa diterima pasar seringkali bukan produk yang canggih atau paling bagus fiturnya. Tapi produk yang cocok dengan perilaku konsumen. Konsumen itu adalah orang, manusia yang punya emosi, logika dan perilaku. Aspek perilaku inilah yang membedakan antara lingkungan Indonesia dengan Singapura atau Malaysia misalnya. Apalagi dengan Amerika?

Mengapa di sini hanya sedikit orang yang mempunyai rekening bank? Mengapa di sini sedikit sekali yang punya kartu kredit? Pelajarilah perilakunya. Mungkin ada logika mereka yang kita belum tahu.

Dari sini kita bisa memperoleh pandangan yang lain mengapa perilaku konsumen kita seperti itu. Pandangan ini membantu kita dalam membuat produk dan mengambil keputusan.

4. Mempelajari Pola Baru

Ada kalanya pengetahuan yang kita pelajari di kampus, di lembaga training, di sesi coaching sudah kadaluarsa dan tidak relevan lagi. Memang seperti itulah kondisi pasar, sangat dinamis dan berubah begitu cepat. Relevansi dari pengetahuan sangat penting di sini.

Maka dari itu untuk mendapatkan gambaran mengenai apa yang sedang terjadi dan mendapatkan pola yang baru, kita perlu turun langsung. Melihat langsung. Melakukan langsung. Ada aspek-aspek yang hanya bisa kita lihat kalau kita turun langsung, kerjakan langsung.

Mengapa banyak orang pakai Blackberry? Lalu mengapa mereka ganti ke IOS atau Android? Tapi mengapa masih banyak yang menggunakan feature phone 2G? Jangan terburu nafsu melihat angka penjualan yang menurun atau meningkat.

Kesimpulan

Disadari atau tidak, begitulah cara mereka mengedukasi diri sendiri. Semangat untuk kerja keras dan terus mempelajari hal-hal baru adalah kekayaan yang luar biasa dalam diri mereka. Tidak puas dengan pendidikan dan ilmu dari sekolah. Itu yang membuat mereka bukan hanya SMART tapi juga STREET SMART. Kata mentor saya mah, “Jangan asal pinter, tapi harus pinter-pinter”

Mereka saja yang sudah kaya begitu, ngga gengsi turun langsung dan kerja keras. Mengapa kita-kita yang masih belum apa-apa sudah gengsi?

Semoga bermanfaat dan monggo subscribe newsletternya 😀

Sulit Belajar Programming, Apa Sebabnya?

Beberapa orang pernah bertanya kepada saya mengapa mereka sulit sekali belajar programming. Sudah belajar dari kuliah tapi nggak ngerti-ngerti juga. Nah ini menarik, sebab definisi problemnya jelas: Sudah belajar tapi tetap ngga ngerti juga, atau sudah berusaha tapi tetap ngga dapat juga. Untuk mengurai apa penyebabnya, maka saya tanyakan satu persatu.

1. Berapa jam yang kamu habiskan tiap hari untuk belajar programming?

Rata-rata jawabannya adalah 1 jam kurang atau 2 jam. Bandingkan dengan kami yang sampai saat ini masih belajar programming rata-rata 8 jam sehari.

2. Berapa buku pemrograman yang kamu baca?

Rata-rata jawabannya adalah tidak punya, hanya punya 1 atau 2 buku. Itupun buku kuliah. Bandingkan dengan kami yang sampai saat ini tetap membaca puluhan buku pemrograman walaupun internet menyediakan search engine yang mudah dan instan.

3. Berapa banyak soal yang kamu coba?

Rata-rata jawabannya hanya 1 atau 2, itupun tugas kuliah. Bandingkan dengan kami yang sampai saat ini terus berusaha mengatasi 2 sampai 3 bug per harinya.

4. Apakah suka dengan dunia pemrograman?

Rata-rata jawabannya ya sebenarnya suka sih, tapi….

Jadi apa penyebabnya?

1. Pola belajarnya salah

Saya pernah bahas di blog ini bahwa pola belajar itu penting. Jika polanya benar, Insya Allah dapat ilmunya dan diberikan pemahaman. Jika polanya salah, tidak akan mengerti. Ada sebagian orang jenius yang tanpa diajari, dia bisa mengerti sendiri. Jumlah mereka sedikit sekali.

Pemrograman pada dasarnya memang berat. Kata siapa gampang? Kalau gampang, pasti sudah banyak orang yang bisa kan? Karena memang pada dasarnya berat, maka usahanya juga harus istimewa. Ini tentang effort.

Sampai saat ini kami masih berusaha menyerap ilmu-ilmu baru sepanjang hari atau rata-rata 8 jam per harinya. Bahkan sebagai pengusaha, kami bekerja rata-rata 18 jam per-hari. Dengan demikian kami lebih berpeluang untuk berhasil. Sementara kamu hanya belajar 1 jam – 2 jam per hari tapi pengen berhasil?

Ngimpi! 😀

mimpi-lo-ketinggian

2. Kurang Referensi Berkualitas

Pada saat kami kuliah, hasil pencarian di Yahoo! belumlah akurat seperti sekarang ini. Baru ketika muncul Google pada tahun 1999, pencarian menjadi demikian mudahnya dan akurat. Tapi sementara waktu itu, kami mengandalkan buku-buku di perpustakaan atau penjual buku bekas di Palasari atau Cikapundung. Maklum mahasiswa, duitnya cekak. Tapi itu tidak menghalangi usaha kami untuk mencari Referensi Berkualitas.

Sampai saat ini kami masih membeli dan membaca buku-buku teknologi, komputer, pemrograman dan buku apa saja yang menurut kami menarik untuk dibaca. Search engine sudah banyak membantu mempersingkat pencarian yang gampang-gampang. Sayangnya, hasilnnya belum tentu berkualitas. Banyak juga tutorial yang ngaco, tidak jelas, dan kurang akurat.

Saat ini saya masih menyimpan dan membaca puluhan buku-buku pemrograman, teknologi, bisnis, marketing, dan topik-topik lainnya yang menurut saya menarik. Belum termasuk buku-buku yang hilang, yang dipinjam orang tapi nggak dibalikin, yang disumbangkan dan lain sebagainya.

Bandingkan dengan kamu yang cuma baca 1 atau 2 buku. Dengan referensi seperti itu, apakah kamu punya peluang besar untuk berhasil? Yang realistis ajalah, jangan ngimpi!

3. Kurang Latihan

Perbandingan yang wajar untuk belajar programming adalah 1:9, artinya 10% pasif dan 90% aktif. Membaca, dengerin kuliah, nonton tutorial di YouTube termasuk pasif. Dan latihan, problem solving termasuk yang aktif.

Kalau ada contoh yang diberikan di buku, tutorial, help, dokumentasi, usahakan coba-coba kombinasi cara lain. Bagaimana kalau ini diganti? Bagaimana kalau itu diganti? Pelajari bagaimana perubahan dan error yang didapatkan. Coba atasi error yang dihasilkan.

Kalau cuma latihan soal 1 atau 2, berapa besar peluang kamu mengerti?

4. Tidak punya minat

Ini adalah akar masalah paling utama, yaitu tidak punya minat. Ini pernah saya bahas di tulisan 5 Syarat Menjadi Programmer. Walaupun mengaku suka dengan dunia pemrograman, bukan berarti punya minat. Banyak orang yang mengaku suka programming dan tidak bisa programming. Dia cuma pengen bisa, tapi tidak bersedia mengeluarkan effort yang dibutuhkan.

Untuk mengeluarkan effort, perlu minat. Sehingga jika menemukan kesulitan, tidak terasa berat namun malah terobsesi. Saya sendiri memulai dari minat yang kuat terhadap dunia komputasi dan menemukan obsesi yang menggebu-gebu ketika belajar pemrograman. Otak saya biasa-biasa saja. Masih banyak yang lebih jenius.

Jika kamu punya minat, kamu akan memiliki obsesi yang menggebu-gebu jika menemukan soal yang sulit. Kamu akan bersemangat untuk mengatasinya dan bersedia berusaha mati-matian dalam mengatasinya. Bukan mengeluh tidak bisa.

Kesimpulan

Poin penting yang ingin saya sampaikan adalah MINAT dan USAHA. Obsesi dan Effort. Coba periksa kembali sebesar apa minat kamu terhadap pemrograman. Jika memang tidak berminat, lebih baik cari bidang lain. Periksa kembali sebesar apa effort yang telah kamu keluarkan, jika belum sempurna, maka sempurnakanlah.

Ini pesan Nabi: Luruskan niat, sempurnakan ikhtiar, sabar menerima hasilnya.

Lebih lanjut lagi, saya sarankan kamu baca tulisan saya yang lain:

  1. Self-Learning dan Pola Belajar yang Benar
  2. 5 Syarat Menjadi Programmer
  3. 5 Watak Dasar yang dimiliki Programmer
  4. 5 Skill yang paling dibutuhkan programmer

Perang Ayat, Buat Siapa?

Sungguh kelihatan lucu sekali kalau melihat orang-orang sedang perang ayat. Ayatnya udah bener, sunnahnya juga bener. Tapi karena yang menafsirkan masih kurang ilmu, tidak memahami kaidah tafsir yang benar, belum menerima petunjuk, tapi sudah pamer dan niatnya memang menguntungkan/memutlakkan pendapatnya sendiri (dengan memanfaatkan ayat Allah), akhirnya jadilah perang ayat.

Kalau referensinya sama-sama benar, mengapa harus berbantah-bantahan kalau bukan untuk kepentingan pribadi?

Pada dasarnya yang diperselisihkan itu pendapat pribadi mengenai suatu hal. Pendapat pribadi ini sifatnya selalu relatif dan terbatas. Namun pendapat ini ingin dimutlakkan dengan memanfaatkan ayat-ayat Allah dan Al-Hadits. Padahal tidak boleh pendapat pribadi dimutlakkan melebihi wahyu.

Untuk menafsirkan kandungan wahyu yang tidak terbatas, seorang ahli tafsir saja masih meminta petunjuk dari Allah. Bagaimana mungkin akal manusia yang terbatas bisa menyerap kandungan wahyu yang tidak terbatas, kecuali diberi petunjuk?

Dari pada ikutan gila, mending gua kejar yang jualan cilok. Maaaaang beli ciloooooknyaaaa……

5 Syarat Menjadi Programmer

5 Syarat Menjadi Programmer

Mengapa banyak lulusan di bidang Informatika tidak bisa membuat program? Mengapa banyak anak SMK jurusan RPL tidak bisa membuat program? Mengapa banyak programmer kelas dunia justru lulusan Sains atau Engineering? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, saya menemukan sebuah pola mengapa orang bisa jadi programmer yaitu perilakunya. Untuk membentuk perilaku ini memerlukan beberapa syarat.

Nah, berikut saya bagikan 5 Syarat Menjadi Programmer.

Continue reading

5 Watak Dasar yang Dimiliki Programmer

Untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, seseorang harus memiliki 3 unsur utama yaitu skill, watak (karakter) dan attitude. Ada beberapa skill yang dibutuhkan programmer supaya dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Skill bisa dipelajari, bisa dilatih dan bisa diperoleh dari lingkungan. Tapi watak itu dibentuk dari sejak lahir melalui disiplin perilaku.

Watak atau karakter ini dilihat dari perilaku (behavioral analysis). Karena dilihat dari perilaku, maka bisa diukur, dianalisa, dikembangkan, bahkan bisa dimodifikasi. Sehingga sekecil apapun yang kita punya, selalu ada ruang untuk pengembangan diri (self-improvement) yang tentu saja membutuhkan effort dan waktu.

disc

Sumber: http://www.pilateseducation.com.au/wp-content/uploads/2013/07/DISC-Pie.jpg

Perilaku ini diukur melalui proses assessment (pengujian). Ada beberapa tool assesment yang membantu kita mengukur perilaku antara lain MBTI (Myers-Brigs Type Indicator) dan DISC. Keduanya diturunkan dari karya-karya ilmiah Carl Jung. MBTI masih banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Microsoft juga salah satu perusahaan yang menggunakan MBTI. DISC mulai digunakan tahun 1950-an di US-Army. Karena akurasinya yang lumayan tinggi, DISC kini mulai banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk melakukan assesment. Sandiloka adalah salah satu perusahaan yang menggunakan DISC untuk assesment karena akurasinya yang bagus.

Soal Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) & DISC ini kita bahas di tulisan lain saja ya 😀

Seorang programmer memiliki watak dominan di area C. Tapi bukan hanya programmer, ada profesi-profesi lain yang membutuhkan orang-orang di area C. Seseorang di area C berfokus pada fakta, objek, tugas, kualitas, akurasi, keahlian dan kemampuan. Pada tulisan kali ini saya ingin membagi apa saja watak dasar yang dimiliki programmer berdasarkan indikator DISC.

1. Hati-hati

Seorang programmer pada dasarnya memiliki watak sangat hati-hati karena dia takut salah. Ini disebabkan karena dia fokus pada kualitas dan menginginkan kesempurnaan atau akurasi. Kalau Anda punya watak ini, mungkin Anda cocok jadi programmer.

Tapi jika berlebihan, ini bisa menjadi penghambat sebab tidak ada yang bisa dilakukan karena semua tindakan beresiko. Watak hati-hati inilah yang menyebabkan programmer bukan pengambil keputusan yang baik, karena selalu ragu.

Tips: bekerja samalah dengan orang yang suka mengambil resiko dan suka mengambil keputusan.

2. Cermat

Seorang programmer adalah orang yang cermat, yaitu suka memperhatikan dan teliti. Jika terjadi kesalahan, dia akan tahu letak kesalahannya di mana, dia perhatikan pesan errornya apa, kode errornya berapa, bahkan sampai ke memory addressnya dia juga hapal 😀

Watak cermat ini menguntungkan jika digunakan untuk melakukan perbaikan terus-menerus dan meningkatkan kualitas.

Jika Anda punya watak cermat dan teliti seperti itu, mungkin Anda cocok jadi programmer. Tapi jika berlebihan, tentu saja akan menghambat pengembangan diri karena Anda akan menjadi si tukang kritik. Jika tidak dikendalikan, Anda akan menjadi kritikus tanpa karya nyata. Ingat, tidak ada monumen yang dibangun untuk para tukang kritik.

 Tips: kurangi kritik, banyak-banyak berkarya, fokus pada perbaikan.

3. Detail

Seorang programmer adalah orang yang detail yaitu dapat merinci satu-persatu apa saja yang sedang terjadi atau proses apa saja yang dibutuhkan. Misalnya, bagaimana cara kerja protokol SMTP untuk mengirim email? Dia akan pelajari dan kemudian bisa menjelaskan satu-persatu.

Karena detail inilah, programmer bisa membuat algoritma, bisa menyusun workflow, bisa menulis source code. Kalau Anda punya watak detail seperti ini, Anda mungkin cocok jadi programmer.

Jika Anda senang dengan detail, bisa jadi Anda cocok jadi programmer. Namun jika berlebihan, Anda bisa terjebak oleh hal-hal kecil yang tidak esensial dan melewati hal-hal besar yang lebih penting.

Tips: gunakan watak ini untuk melakukan hal-hal yang penting.

4. Logis

Seorang programmer pada dasarnya condong pada fakta (obyektif), kurang condong pada orang (subyektif). Karena itu dia akan berbicara sesuai logikanya, bukan perasaannya. Yang penting bener dulu. Orang lain mungkin akan mempersepsikannya sebagai orang yang saklek atau kaku. Tapi pada dasarnya dia hanya menginginkan akurasi dan sesuai logika.

Jika Anda senang berpikir logis, bisa jadi Anda cocok jadi programmer. Namun, jika tidak dikendalikan ini bisa jadi penghambat sebab Anda tidak dapat bergaul dengan orang lain.

Logic is the way of artificial thinking, it’s not the way people behaves.

Tips: Ketika menyelesaikan masalah, gunakan logika. Ketika bergaul, perhatikan perasaan orang lain.

5. Analitik

Dipengaruhi oleh kecenderungannya fokus pada akurasi, seorang programmer akan menunjukkan perilaku senang menganalisa. Misalnya, mengapa sebuah trigger database tidak bekerja sebagaimana mestinya? Mengapa sebuah rule firewall tidak dapat menangkal brute force attack?

Dari wataknya yang analitik, seorang programmer dapat menjawab pertanyaan MENGAPA. Oleh sebab itu dia dapat menjadi seorang problem solver karena dapat mengetahui penyebab sebuah problem dan melakukan perbaikan.

Jika Anda memiliki watak analitik seperti itu, mungkin Anda cocok menjadi programmer. Namun jika berlebihan, ini juga dapat merugikan. Anda hanya bisa menjadi pengamat atau tukang komentar, bukan pelaku. Pengamat itu hanya diminta pendapatnya. Pelaku diminta invoicenya :p

Penutup

Demikian sumbangan saya mengenai 5 Watak Dasar yang Dimiliki Programmer berdasarkan DISC Assessment. Pada dasarnya semua watak itu baik. Hanya saja masing-masing ada kelemahan dan jika digunakan berlebihan, tidak dikendalikan justru merugikan diri sendiri.

Semoga bermanfaat. Silakan di-subscribe. Setuju, tidak setuju tetap thank you. 😀

5 skill yang paling dibutuhkan programmer

programmer skill
Ada banyak pendapat mengenai apa saja skill yang dibutuhkan oleh programmer. Namun dari beberapa yang saya pelajari, kebanyakan berfokus pada teknologi tertentu misalnya NoSQL, HTML5, CSS3 dan lain-lain. Lho itu sih produknya, bukan skillnya. Nah yang mau kita bahas di sini adalah 5 skill yang paling dibutuhkan programmer, apapun produk atau bahasa pemrograman yang digunakannya. Tanpa skill ini, kita tidak mungkin bisa mendapatkan keahlian lainnya.

1. Problem Solving Skill

Problem solving skill adalah kemampuan memecahkan masalah. Software dibutuhkan untuk memecahkan masalah nyata yang dihadapi oleh seorang client atau user. Seorang programmer pada akhirnya harus bisa memberikan solusi atas masalah tersebut.  Apapun bahasa pemrograman yang Anda kuasai, teknologi yang Anda pelajari, jika Anda tidak bisa memecahkan masalah, Anda tidak cocok menjadi seorang programmer.

Di forum-forum pemrograman, kita sering melihat orang-orang yang begitu manja. Dikit-dikit nanya. Pertanyaannya juga yang sangat mendasar dan bisa ditemukan dengan mudah di buku, internet atau baca dokumentasi. Ini contoh mereka yang tidak memiliki problem solving skill.

Problem Solving skill ini bisa dipelajari sendiri maupun diajarkan di kampus-kampus. Bahkan di Sandiloka, kami mengajarkan Problem Solving Skill kepada karyawan baru.

2. Critical Thinking

Definisi critical thinking adalah kemampuan berpikir kritis, yaitu menggunakan logika dan analisa untuk membedakan mana solusi yang tepat, mana solusi yang tidak tepat. Mana proses yang benar, mana proses yang salah.

Critical Thinking adalah salah satu bentuk dari Correct Thinking yaitu berpikir dengan benar. Tanpa kemampuan berpikir dengan benar, tidak mungkin sebuah software dapat diciptakan.

3. Self-Learning Skill

Definisi Self-Learning adalah belajar mandiri secara terus menerus atas keinginan sendiri tanpa diminta atau diperintah. Dunia software adalah dunia yang dinamis dan berkembang dengan cepat. Apa yang kita pelajari hari ini akan segera kadaluwarsa bulan depan. Jika kita tidak suka belajar mandiri, kita akan ketinggalan terus dan menjadi usang.

Oleh sebab itu, seorang programmer perlu melatih dirinya sendiri untuk belajar hal-hal baru, belajar metode baru, menyerap pengetahuan baru untuk mengembangkan diri.

4. Reading Skill

Reading skill atau kemampuan membaca yang dimaksud di sini adalah membaca dengan utuh, menangkap maksud atau instruksi dari sebuah pesan yang disampaikan. Kita tahu bahwa di dunia pemrograman, kita perlu membaca manual, dokumentasi, buku, dan tentu saja source code. Supaya seluruh pesan diterima dengan benar, kita harus membacanya satu-persatu, dengan lengkap. Ini membutuhkan kesabaran, ketelitian, kecermatan yang memang sudah menjadi bakat yang dimiliki seorang programmer.

Kalau kita tidak memiliki kemampuan membaca satu-persatu sampai selesai, dengan teliti dan cermat, itu tandanya kita tidak cocok menjadi programmer.

5. Writing Skill

Selain reading skill, tentu saja seorang programmer harus memiliki writing skill. Sebab, programmer kan harus menulis source code, menulis dokumentasi, dan mungkin saja harus membuat artikel di web/wiki.

Kalau pada dasarnya tidak suka menulis, maunya copy paste dari tulisan orang di internet, ya ndak cocok jadi programmer.

Writing skill juga diajarkan di buku-buku dan di kampus-kampus dalam bentuk mata kuliah umum atau pilihan.

Penutup

Demikian 5 Skill yang paling dibutuhkan oleh programmer. Untuk bisa menjadi programmer handal, tentu saja kita harus memiliki keahlian-keahlian lainnya.

Silakan disubscribe dan semoga bermanfaat. Setuju, tidak setuju tetap thank you 😀

Tulisan lainnya

Tahu Diri, Tahu Batas

Sesungguhnya agama, sekolah, lingkungan tidak bisa mengubah orang. Tidak bisa mengubah penipu menjadi orang jujur, tidak bisa mengubah orang berdosa menjadi tobat.

Yang mengubah orang adalah BATAS! Batas yang paling jelas adalah MATI! Oleh sebab itu nasihat paling baik adalah kematian, karena ia satu-satunya batas yang tidak bisa diperpanjang. Orang yang kecanduan mencuri pasti berhenti, pilihannya cuma 2: atas kehendaknya sendiri, atau mati.

Setiap saat, ajari diri kita tahu diri, dan tahu batas.

Kepercayaan dari Orang Lain (Trust)

Kita masih bisa makan karena ada penghasilan. Kita masih ada penghasilan karena ada pekerjaan. Kita masih ada pekerjaan karena ada pelanggan. Kita masih ada pelanggan karena ada kepercayaan dari orang lain.

Rezeki itu berlimpah tapi hanya bisa sampai ke tangan kita kalau hari ini kita masih dipercaya orang dan dikasih kerjaan. Rugi sekali kalau sampai tidak amanah, dan kehilangan kepercayaan orang lain. Hanya karena asal-asalan, malas-malasan, tidak disiplin, tidak mampu menyelesaikan, kualitas kerjanya rendah, apalagi kalau tidak jujur dan lari dari tanggung jawab.

Rugi uang, rugi harta, hilang uang, hilang harta, banyak gantinya. Bisa dicari lagi, selama masih ada kepercayaan dan kesempatan. Tapi kalau sudah rugi kepercayaan, hilang kepercayaan, tidak ada gantinya. Percuma kalau sudah kehilangan kepercayaan dari orang lain, kita gonta-ganti pekerjaan pun tidak ada yang mau. Kecuali orang bodoh, mungkin dia mau percaya, itupun kalau dia lagi apes.

Berusahalah sekuat tenaga menjaga kepercayaan orang lain. Kalau gagal, ya ngaku sajalah bahwa saya sudah mencoba tapi gagal. Saya belajar sesuatu yang baru dan mau mencoba lagi dengan cara yang lebih baik.

 

Self-Learning dan Pola Belajar yang benar

Pentingnya Kemampuan Self-Learning dan Pola Belajar yang benar.

Salah satu kemampuan yang diajarkan di Sandiloka adalah kemampuan Self-Learning, belajar bagaimana caranya belajar. Kalau caranya salah, ngga ngerti-ngerti. Kalau caranya benar, pasti cepet ngerti.

Kemampuan Self-Learning adalah salah satu kemampuan esensial yang diperlukan seorang software developer. Di sini kita membangun seorang manusia menjadi seorang independent thinker, belajar mengambil tanggung jawab dan komitmen, belajar mengajukan pertanyaan yang tepat, pertanyaan-pertanyaan “berbahaya” yang membuka pintu pengetahuan, belajar untuk keluar dari comfort zone dalam mempelajari hal-hal baru.

Kemampuan Self-Learning ini saya lihat tidak diajarkan di sekolah. Jika saya tanya pada mereka, apakah kamu diajarkan ini di sekolah? Mereka jawabnya: “TIDAK”. Saya bilang, ini tidak akan kamu temukan di sekolah. Jangan mengandalkan apa yang diajarkan di sekolah, karena waktu di sekolah terlalu sedikit. Sementara pengetahuan berkualitas banyak terdapat di luar sekolah. Jadi mereka harus cari sendiri.

Kebanyakan programmer pemula salah membentuk pola belajarnya sendiri, sehingga mereka selalu mentok jika ketemu dengan problem-problem yang baru. Dikit-dikit nanya, dikit-dikit ngga bisa. Padahal effortnya juga belum ada. Malu bertanya sesat dijalan. Kebanyakan nanya, itu otaknya kagak jalan.

Jalan keluarnya ya, latih kemampuan Self-Learning. Bentuk pola belajar yang benar.