Hari Jum’at kemarin saya tiba di kantor Sandiloka pukul 07.20. Belum ada siapa-siapa. Tidak seperti biasanya, lantai begitu kotor. Di halaman belakang banyak kotoran kucing. Maklum, Bu Ani yang bertugas membersihkan ruangan sudah 3 hari ini tidak masuk karena sakit.
Saya langsung lepas jaket, ganti sepatu kulit dengan sepatu bot, kemudian mengangkat kotoran-kotoran kucing itu dan membuangnya ke septic tank. Membersihkan bak pasir, mengganti pasir tempat kotoran kucing dan menyemprot halaman belakang yang kotor. Kucing-kucing masih di kandangnya masing-masing.
Pukul 08.00 para karyawan sudah datang. Saya langsung minta mereka untuk membersihkan lantai tempat kerjanya. Ternyata ada satu orang yang tidak bisa mengepel lantai, kelihatan dari cara kerjanya. Lalu saya ajarkan dia mengepel lantai (mopping). Ternyata untuk pekerjaan ngepel yang sering kita anggap rendah, remeh, gampang, belum tentu kita bisa mengerjakannya dengan benar. Makanya jangan suka merendahkan pekerjaan bersih-bersih, Anda belum tentu bisa!
Sekitar pukul 08.30 anak-anak SMKN 1 Majalengka sudah datang. Saya tidak tahu karena saya sedang mengepel lantai dapur. Ujug-ujug mereka datang trus minta ikut bersih-bersih. “Pak, mau ikut bersih-bersih”. Wooooww… are you kidding me? I’m blowin away, kids! “Oke kalau begitu, kamu bersihkan saja ruangan server. Sudah pernah liat ruangan server? Belum kan.. ya udah bersihin itu aja. Sebentar lagi kita udah selesai bersih-bersih, langsung kita mulai”. Sebagian karyawan malah melanjutkan bersih-bersih sampai halaman luar. Saya senang bukan main.
Saya kasih pemahaman pada mereka bahwa, jangan lupa Kebersihan sebagian dari Iman. Tidak bersih, tidak ada iman. Jadi kebersihan itu tanggung jawab semua orang yang beriman, bukan cuma office boy. Jika meja kita kotor, langsung bersihkan. Kalau lihat lantai kotor, langsung bersihkan. Jangan nunggu office boy. Jika office boy berhalangan atau sakit, ya kita yang menggantikan. Lagipula office boy itu bukan pembantu atau jongos. Dia juga karyawan seperti kalian.
Pukul 09.00 kantor sudah bersih, enak dilihat, wangi. Berkat kerjasama dan peran mereka semua.
Kesadaran Akan Tanggung Jawab
Hari Jum’at itu saya senang sekali. Badan capek sedikit, tapi saya senang. Mereka mau mengerjakan pekerjaan yang menurut kontrak kerja sebetulnya bukan job description mereka. Tapi tanggung jawab semua orang. Mudah-mudahan itu menjadi pemahaman yang tertanam dan tumbuh menjadi kesadaran akan tanggung jawab. Tanpa kesadaran akan tanggung jawab, kita tidak akan mau mengambil peran yang lebih besar agar kualitas kehidupan kita dibesarkan Tuhan.
Jika kita masih bermental seperti ini:
“Saya kan technical support, bersih-bersih itu bukan tugas saya. Itu tugasnya office boy”
“Saya ini direktur, masak saya harus turun tangan langsung ngerjain beginian?”
“Saya ini programmer, bukan office boy!”
Anda memang benar. Sesuai kontrak itu bukan tugas Anda, tapi jangan harap Anda akan dipercaya untuk diberikan tanggung jawab lebih besar. Jika Anda tidak dipercaya diberikan tanggung jawab lebih besar, karir Anda sudah mentok. Sebab itu tandanya Anda tidak bisa tumbuh.
Jangan banyak omong, Kasih Contoh!
Saya pernah bekerja di lingkungan di mana orang hanya pintar mengkritik, tapi tidak ada satupun yang memberi contoh. Tidak ada keteladanan, karena tidak ada yang mau turun langsung. Jadi tidak ada yang memberi petunjuk, lalu yang benar itu bagaimana?
Jika ruangan kita kotor atau ada masalah, biasanya yang diucapkan adalah:
“Gara-gara dia ngga masuk nih jadi berantakan semua.”
“Harusnya perusahaan rekrut office boy lagi, kalau satu sakit ada yang ganti”
Di lingkungan seperti itu, kita sulit tumbuh. Sebab jika ada masalah, bukan dihadapi tapi mengkritik.
Terima kasih untuk kritiknya, tapi maaf sekali itu tidak ada gunanya! Itu sama sekali tidak membantu memecahkan persoalan yang dihadapi. Kalau ada yang bicara seperti itu biasanya saya minta dia diam. Kalau tidak bisa membantu mengatasi persoalan, tutup saja mulutmu!
Memberi contoh, keteladanan itu tidak rumit kok. Sederhana, turun saja langsung. Maju duluan, ngga usah tunggu diperintah, ngga usah tunggu orang lain. Itu kesempatan untuk maju, kesempatan untuk tumbuh.
Walaupun demikian, memang pasti ada satu-dua orang yang tetap saja tidak mau ikut contoh yang kita berikan. Kita sudah maju duluan, turun langsung, kasih contoh, tetap saja tidak diikuti. Dalam peribahasa Indonesia itu namanya, “Berpuluh-puluh kapal datang, kera masih bercawat ekor”. Artinya, orang-orang yang tidak mau berubah, tidak mau mengikuti contoh, tidak mau menerima petunjuk. Ya sudah tidak usah dipikirkan, mereka tidak bisa kita ubah jadi kita tinggalkan saja mereka.
Saya bersyukur hari ini saya masih bisa memberi contoh, diberikan kesempatan turun langsung, maju duluan, kotor duluan, capek duluan. Alhamdulilah, ada yang mau mengikuti contoh yang saya berikan. Semoga upaya yang kita kerjakan ini mendapatkan ridho Tuhan semesta alam dan menjadi kesempatan kita mengubah nasib masa depan.
Amiiin